Lika-liku Penerjemahan

(1)

Secanggih apa pun, robot-robot buatan manusia tidak sanggup mengambil alih semua peran, fungsi, dan tugas manusia secara penuh. Karena itu, kecerdasan alamiah manusia sangat perlu diasah terus.

Oleh: WILLIAM CHANG 4 Juni 2023 

Sebuah catatan ringkas berjudul ”Kompas Salah” muncul dalam Rubrik Surat kepada Redaksi (Kompas, 12/5/2023) sebagai tanggapan atas artikel ”Kesehatan Mental: Risiko Kesepian Bisa Mematikan” (Kompas, 4/5/2023). Vivek Murthy bukan ”ahli bedah AS”, melainkan menteri kesehatan dengan merujuk pada kata ”Surgeon General”. Sambil berterima kasih, Kompas telah mohon maaf atas kesalahan ini.

Keterbatasan mesin penerjemah

Belakangan ini kehadiran rombongan mesin penerjemah (machine translation, seperti Google Translate, Bing Microsoft Translator, DeepL, Reverso Translation, memoQTransPRO, System Translate PRO, Smartling, Crowdin, TextUnited, Amazone Translate, dan Memsource) telah mengubah, mempermudah, dan memperlancar proses pengalihan bahasa-bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya. Dalam tempo singkat dan cepat, tugas-tugas pengolahan naskah-naskah bahasa asing dapat dituntaskan oleh tenaga pelayan publik, seperti guru, peneliti, insan komunikasi sosial, aparatur negara dan swasta, budayawan, politisi, pihak keamanan, penegak hukum, serta penggerak ekonomi.

Pasalnya, dewasa ini proses penerjemahan naskah bahasa asing cenderung mengandalkan jasa dan kemampuan tuan Google, Smartling, Crowdin, dan kawan-kawan. Ternyata, perkembangan pesat mesin penerjemahan lebih dari tujuh dekade (sejak Warren Weaver-1947) berhasil merambah berpuluh-puluh bahasa asing.

Namun, hasil kerja mesin penerjemah masih relatif terbatas dan tak luput dari kekeliruan atau kesalahan. Ini disebabkan oleh keterbatasan khazanah ilmu pengetahuan dalam mesin buatan manusia ini. Tak heran, acap kali hasil akhir sebuah terjemahan menimbulkan rasa aneh, geli, lucu, dan malah tertawa. Pihak penyelenggara penerjemahan elektronik dunia mengakui keterbatasan dan kekurangan mesin penerjemah dan mesin ini masih perlu disempurnakan dari waktu ke waktu. Pengguna jasa mesin penerjemah harus siap menghadapi kejanggalan-kejanggalan dalam hasil terjemahan.

Kesadaran akan keterbatasan dan kekurangan mesin ini menuntut pengguna mesin penerjemah untuk bersikap lebih hati-hati dan teliti dalam mengelola naskah-naskah tulisan dari bahasa asing. Kemampuan mesin penerjemah sangat bergantung penuh kepada manusia yang memasukkan data ke dalamnya. Kalau pendataan salah dan keliru, maka akan muncul hasil yang salah dan keliru. Hasil kerja mesin penerjemah semestinya diperiksa ulang sebelum disebarluaskan untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam naskah terjemahan.

Soalnya, kesalahan dan kekeliruan dalam penerjemahan ini akan memengaruhi pikiran, pandangan, dan bahkan sikap semua pihak yang begitu saja menerima terjemahan mesin ini. Hasil kerja mesin penerjemah yang masih terbatas ini akan sangat memengaruhi hidup dan perilaku manusia. Tidak sedikit penulisan ilmiah yang bersandar pada hasil mesin penerjemah harus diperiksa ulang agar terhindar dari kesalahan dan kekacauan ilmiah.

Bisa dibayangkan akibat yang harus ditanggung kalau kesalahan dan kekacauan dalam terjemahan bahasa asing disebarluaskan oleh para pengurus kepentingan publik di atas. Penyebarluasan kesalahan dan kekacauan hasil kerja mesin penerjemah akan mendatangkan petaka yang tidak kecil dalam pelayanan publik. Kesalahan dan kekeliruan dalam penerjemahan sepatah kata, sebuah kalimat, dan seluruh teks akan berdampak negatif yang merugikan orang banyak.

Andalkan kecerdasan alamiah

Jasa dan sumbangan mesin penerjemah dalam dunia penerjemahan bahasa-bahasa asing tak tersangkalkan. Dalam sekejap mata banyak kalangan dapat memahami isi pesan sebuah naskah atau percakapan dalam bahasa asing. Sekarang seorang peserta didik tidak lagi merasa takut atau alergi dengan tugas-tugas yang bersumberkan bahasa asing. Dengan mudah dan lincah mereka menggunakan mesin penerjemah dan dalam tempo singkat mereka bisa memanen hasil terjemahan bahasa asing.

Hanya dengan bantuan sebuah mesin penerjemah, transaksi antarpribadi dan lintas bidang terjadi dengan mudah. Misal, seorang pengusaha asing bisa dengan mudah menjalankan sebuah minimarket di Tanah Air walau dia tidak menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengapa? Dengan bantuan mesin penerjemah dia dapat menjalin komunikasi dengan pelanggan dalam proses berniaga.

Hanya saja, kecermatan pengguna jasa mesin penerjemah perlu ditingkatkan terus. Menanggapi keterbatasan dan relativitas kemampuan mesin penerjemah, setiap orang atau pihak yang berurusan dengan naskah-naskah dalam bahasa asing sangat perlu memiliki ketajaman analisis sintaksis, tata bahasa, teks, dan konteks tulisan. Sekalipun terimpit waktu, hasil terjemahan mesin tidak bisa diadopsi begitu saja sebagai kebenaran mutlak. Pengguna jasa mesin penerjemah perlu lebih mencermati hasil terjemahan mesin supaya luput dari jebakan kesalahan dan kekacauan dalam penerjemahan naskah dari bahasa asing.

Konsultasi ilmiah pada sumber-sumber tepercaya akan menolong seorang penerjemah untuk terhindar dari kesalahan atau kekeliruan.

Sebagai contoh, teks asli BBC News (https://www.bbc.com/news/world-us-canada-65461723), antara lain, menulis: Surgeon General Vivek Murthy told BBC News he was among millions of Americans who have experienced a ”profound sense of loneliness”. Jabatan Vivek Murthy dalam konteks ini ialah Surgeon General. 

(1) ChatGPT menerjemahkan Surgeon General dengan ”Ahli Bedah Umum”. (2) Tuan Google menerjemahkan Surgeon General dengan ”Bedah Umum”. Lalu, (3) catatan kecil dalam Rubrik Surat kepada Redaksi menerjemahkan Surgeon General dengan menteri kesehatan. Sementara itu, (4) Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary menjabarkan kata surgeon general sebagai ”(in the US) the head of a public health service or of a medical service in the armed forces”; dan (5) Collins COBUILD Advanced Learner’s Dictionary menguraikan Surgeon General sebagai berikut ”In the United States, the surgeon general is the head of the public health service.”

Sedangkan berdasarkan uraian kedua kamus, atribusi Vivek Murthy adalah Kepala Jawatan Kesehatan Masyarakat atau Kepala Pelayanan Medis dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat atau Kepala Jawatan Kesehatan Masyarakat. Apakah Surgeon General sama dengan ”Menteri Kesehatan”?

Pemeriksaan ulang atas terjemahan kata Surgeon General mengandaikan kecerdasan alamiah seorang penerjemah dengan menggunakan sumber-sumber ilmiah tepercaya, seperti kamus-kamus di atas. Makna terdalam kata asing itu diuraikan secara sistematis dan gamblang dalam kamus. Konsultasi ilmiah kepada sumber-sumber tepercaya akan menolong seorang penerjemah untuk terhindar dari kesalahan atau kekeliruan.

Seandainya kata dalam bahasa asing itu sulit diterjemahkan, maka sebaiknya kata asli itu ditampilkan dalam cetakan miring. Selain memanfaatkan jasa kecerdasan buatan, tentu kecerdasan alamiah manusia sangat perlu diasah terus dalam menghadapi mesin penerjemah.

Bagaimanakah teknik mengkritisi hasil kerja mesin penerjemah? Konteks penerjemahan profesional sebaiknya memperhatikan, pertama, bahwa sejumlah kata dalam sebuah bahasa bisa mengandung lebih dari satu makna. Kedua, pemahaman tentang peran idiom-idiom dalam bahasa asing untuk menghindari terjemahan harfiah yang dapat menyesatkan. Idiom berupa sekelompok kata yang memiliki makna berbeda kalau penggunaannya digabung dan bermakna lain kalau digunakan secara terpisah.

Ketiga, penguasaan dengan baik tata bahasa asing dari naskah yang akan diterjemahkan. Keempat, makna kontekstual bahasa asing perlu dipertimbangkan. Ini termasuk lika-liku atau tikungan atau kelokan yang perlu ditempuh dalam dunia penerjemahan. Jika lika-liku ini terlangkahi, hasil sebuah terjemahan umumnya sesuai dengan maksud utama naskah dalam bahasa asing.

”Tradutore” dan bukan ”traditore”

Pelayan publik yang bersinggungan langsung dengan pengolahan naskah-naskah dari bahasa asing memiliki tanggung jawab moral yang tidak kecil. Kebenaran sebuah terjemahan sesuai dengan maksud asli seorang penulis atau pembicara dipertaruhkan. Umumnya merekalah yang akan mengomunikasikan hasil-hasil terjemahan naskah atau pembicaraan dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Kebenaran atau kesalahan hasil penelitian dan informasi dari bahasa asing pada dasarnya terletak dalam tangan mereka.

Sembari mengarungi perkembangan teknologi yang sangat pesat, kiprah Generasi 5.0 yang memprioritaskan nilai kemanusiaan sangat perlu diperhatikan dengan bijaksana. Robot-robot buatan manusia tidak sanggup mengambil alih semua peran, fungsi, dan tugas seorang manusia secara penuh. Sekalipun mesin penerjemah dapat mengalihkan sebuah teks dalam bahasa asing dengan cepat, ini tidak berarti bahwa hasil terjemahannya itu sungguh benar dan dapat begitu saja diambil alih.

Lika-liku penerjemahan bahasa asing terungkap dalam permainan kedua patah kata bahasa Italia, yaitu ”tradutore” e ”traditore”, yang mengingatkan supaya seorang penerjemah tidak menjadi seorang pengkhianat. Mengapa?

Seorang penerjemah bisa saja keliru atau salah memahami dan menerjemahkan isi pesan dan maksud sebuah naskah bahasa asing ke dalam bahasa lain. Tafsiran pribadi di luar konteks terkadang menyelinap ke dalam kerangka pikir seorang penerjemah yang sedang menggarap sebuah naskah. Peran utama seorang penerjemah (yaitu tradutore) yang seharusnya taat pada naskah asli sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pengkhianat (yaitu traditore) terutama ketika dia tidak setia pada maksud utama seorang penulis atau pembicara dalam bahasa asing.

Perbedaan kedua kata Italia (”tradutore” e ”traditore”) terletak pada satu huruf, yaitu ”u” dan ”i”. Perbedaan satu huruf saja bisa menimbulkan makna yang sangat berbeda, yaitu (1) dari satu sisi, menjadi seorang yang setia pada naskah dan (2) dari sisi lain, menjadi seorang yang mengkhianati maksud naskah.

*****

William Chang.  Dosen Etika Sosial Universitas Widya Dharma Pontianak dan Pembelajar Bahasa-bahasa Asing

*****

(2)

Menerjemahkan

Dalam bahasa Italia ada pepatah terkenal yang berbunyi traduttore, traditore, artinya “penerjemah adalah pengkhianat”. Maksudnya, tidak mungkin suatu terjemahan seratus persen setia pada teks dalam bahasa lain yang diterjemahkan karena mau tidak mau harus “mengkhianati” teks asli itu. Pepatah Italia itu sendiri merupakan contoh bagus tentang apa yang diungkapkannya.

Oleh: K BERTENS, 6 Oktober 2018 

Tentu saja kata Italia traduttore berarti \’penerjemah\’ dan kata kedua traditore berarti \’pengkhianat\’. Tentang itu tidak ada kesulitan atau keraguan apa pun. Kesulitannya mulai bila kita menerjemahkan pepatah Italia itu sebagai keseluruhan sebab hanya dua huruf berbeda dalam dua kata itu, sedangkan maknanya berbeda jauh sehingga menjadi cukup lucu bila diucapkan dalam bahasa Italia. Nuansa lucu itu hilang sama sekali jika pepatah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa lain.

Memang benar, kesulitan mengenai penerjemahan tidak selalu dirasakan dengan cara yang sama. Jika melalui bahasa disampaikan informasi sederhana yang tidak mungkin salah ditafsirkan, hampir tidak akan dirasakan kesulitan dalam terjemahan. Contohnya adalah peraturan lalu lintas. Jika ada peraturan seperti “dilarang belok kiri”, “satu arah”, “dilarang parkir”, “kecepatan maksimal 60 km per jam”, tidak sulit untuk memberi terjemahan yang persis sama dalam bahasa lain. Karena itu, terbuka kemungkinan untuk membuat rambu-rambu lalu lintas internasional yang dapat diberlakukan di semua negara. Namun, sejauh teks yang harus diterjemahkan menjadi lebih kompleks, sejauh itu pula bertambah kesulitan bagi si penerjemah. Akhirnya, paling banyak tantangan dihadapi jika orang harus menerjemahkan karya sastra yang bermutu tinggi, apalagi karya puisi. Karena itu, jika kita tidak bisa membaca drama-drama William Shakespeare dalam bahasa aslinya, kita selalu rugi, apalagi karya sonetanya.

Bahasa ternyata tidak merupakan pembungkus saja bagi pikiran atau makna yang ada di dalamnya. Dan, karena itu, menerjemahkan tidak sama dengan menggantikan pakaian: makna yang tetap sama dilepaskan dari satu bahasa dan didandani dengan bahasa lain.

Sebaliknya, dengan salah satu cara makna bersatu dengan bahasa. Kita bisa mengatakan juga, makna terjelma dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Tidak mungkin menerjemahkan sebuah teks tanpa menyentuh dan, dengan itu, merusak sedikit maknanya. Dalam terjemahan, makna asli tidak utuh lagi.

Keadaannya menjadi lebih rumit lagi jika kita menyadari bahwa makna tidak saja terkandung dalam kata-kata yang diucapkan atau teks yang ditulis. Untuk menangkap makna yang sesungguhnya tidak kalah penting memperhatikan juga konteksnya. Para diplomat profesional selalu sudah mengetahui bahwa bukan saja apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya harus dianggap penting, tetapi juga seluruh konteksnya, termasuk “bahasa tubuh” si pembicara. Apakah “ya” yang dikatakan berarti “ya” dengan sepenuh hati atau “ya” dengan ragu-ragu atau barangkali arti yang sebenarnya adalah “tidak”?

Penerjemah yang baik bukan saja harus menguasai betul bahasa asing dari mana ia menerjemahkan teksnya, melainkan juga mempunyai sedikit bakat diplomasi untuk menemukan makna tersembunyi. Dengan demikian, sudah jelas bahwa menerjemahkan bukan pekerjaan mudah.

*****

K BERTENS, Guru Besar Emeritus, Unika Atma Jaya, Jakarta

*****

(3)

Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Kemanusiaan

Agen robotik bernama Gato disebut-sebut sebagai awal lahirnya teknologi kecerdasan buatan yang mampu menyamai kecerdasan manusia. Yang perlu diwaspadai, teknologi kecerdasan buatan tak menjadi bumerang bagi kemanusiaan.

Oleh: SITI MURTININGSIH, 23 Juni 2022 

Pada 12 Mei 2022, dua puluh peneliti dari DeepMind, sebuah perusahaan teknologi yang berusaha mengembangkan teknologi kecerdasan buatan, menerbitkan laporan perihal perkembangan mutakhir dari apa yang telah mereka upayakan selama ini.

Dalam makalah yang berjudul ”A Generalist Agent” itu, mereka melaporkan bahwa mereka telah berhasil menciptakan sebuah agen robotik yang dinamai Gato, yang mampu melakukan banyak tugas seperti halnya manusia, mulai dari bermain gim video, memberi keterangan gambar, mengobrol, menata batu, hingga memberikan respons teks sesuai konteks.

Terciptanya Gato disebut-sebut merupakan awal bagi lahirnya teknologi kecerdasan buatan yang mampu menyamai tingkat kecerdasan manusia.

Menanggapi pendapat orang yang pesimistis terhadap pengembangan Gato, Nando de Freitas, Direktur Riset DeepMind, bahkan mengatakan di akun Twitter-nya: ”The Game is Over! It’s about making these models bigger, safer, compute efficient, faster at sampling, smarter memory, more modalities” (Semua sudah selesai! Ini tinggal membuat modelnya lebih besar, lebih aman, bisa berhitung secara efisien, lebih cepat dalam membuat sampel, memorinya lebih pintar, dengan modalitas yang lebih banyak).

Diskursus soal kecerdasan buatan ini sejak awal memang dibangun dengan standar manusia.

Tantangan untuk kemanusiaan

Secara sekilas, proyek kecerdasan buatan itu memang tampak merupakan ”ancaman” bagi masa depan manusia.

Bayangkan, ada robot yang tersinggung oleh ucapan atau tindakan kita dan, karena ia tidak dilengkapi oleh program moral untuk memaafkan kesalahan-kesalahan kecil, ia tiba-tiba menggampar kita dari belakang. Berapa banyak orang yang akan tiba-tiba digampar oleh robot yang dipekerjakan sebagai penjaga toko hanya karena mereka menawar barang terlalu murah.

Diskursus soal kecerdasan buatan ini sejak awal memang dibangun dengan standar manusia. Turing Test, misalnya, yang didesain oleh Alan Turing untuk menguji kecerdasan mesin, menjadikan ketakberbedaannya dari manusia sebagai standar. Artinya, jika kita tidak mampu lagi membedakan mana perilaku mesin dan mana perilaku manusia, berarti mesin di situ memiliki kecerdasan yang sama dengan manusia.

Dengan kata lain, mesin dikatakan cerdas jika dan hanya jika ia mampu mengimitasi perilaku manusia sehingga kita yang mengamati tidak lagi mampu membedakannya. Dengan standar ”imitasi” tersebut, proyek kecerdasan buatan seolah-olah memang didesain untuk menyaingi, atau bahkan menggantikan, posisi manusia. Mesin diproyeksikan bisa mengerjakan banyak pekerjaan yang sama dengan lebih baik daripada manusia.

Bayangkan, berapa banyak tenaga kerja yang akan jadi penganggur jika roda ekonomi dunia sebagian besar sudah bisa digerakkan mesin. Ini akan menjadi satu distopia tersendiri bagi masa depan para pekerja.

Tantangan untuk filsafat

Selain untuk kemanusiaan, perkembangan mutakhir kecerdasan buatan juga memberikan tantangan untuk filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu yang memikirkan banyak sekali hal. Untuk merespons tantangan itu, sekarang sudah muncul cabang baru filsafat yang disebut ”Filsafat Kecerdasan Buatan” (Philosophy of Artificial Intelligence).

Dalam konteks keilmuan, perkembangan teknologi kecerdasan buatan ini mendesakkan pertanyaan-pertanyaan baru yang belum pernah muncul sebelumnya dalam sejarah filsafat: apa itu hakikat kecerdasan? Apakah beda status ontologis kecerdasan alamiah (natural intelligence) yang dimiliki oleh spesies manusia dan kecerdasan buatan yang dimiliki oleh mesin?

Apakah informasi yang diperoleh dari proses kerja kecerdasan buatan dapat disebut sebagai ”pengetahuan”? Apakah keputusan-keputusan moral yang didasarkan pada pemrosesan informasi oleh kecerdasan buatan juga mengandung satu imperatif etis yang harus dipatuhi? Apakah adanya kecerdasan menunjukkan adanya pikiran/kesadaran? Atau kecerdasan hanya soal perilaku dan pemrosesan informasi dan tak terkait dengan fenomena mental sama sekali?

Pertanyaan-pertanyaan itu adalah beberapa kawasan baru yang muncul akibat perkembangan kecerdasan buatan yang memerlukan telaah dan eksplorasi dari para filsuf.

Dalam diskursus Filsafat Kecerdasan Buatan saat ini, ada satu pembedaan dasar yang diterima secara cukup luas, yaitu pembedaan antara kecerdasan buatan versi kuat (strong AI) dan kecerdasan buatan versi lemah (weak AI).

Kecerdasan buatan versi kuat adalah satu program yang bertujuan untuk menciptakan mesin yang sepenuhnya bisa menyerupai manusia, termasuk aspek mentalnya. Artinya, kecerdasan buatan versi kuat ini tidak hanya pandai berhitung dan membuat keputusan strategis, tetapi juga bisa merasakan pengalaman batin layaknya manusia.

Kecerdasan buatan versi lemah, sebaliknya, bertujuan untuk menciptakan mesin pemroses informasi yang hanya tampak sama seperti manusia, tetapi hakikatnya tidak sama sebab ia tidak memiliki aspek mental dan kesadaran seperti halnya kita.

Kemampuan untuk memahami inilah yang tidak akan pernah bisa diimitasi oleh mesin.

Beberapa orang tampak optimistis bahwa kecerdasan buatan versi lemah ataupun kuat itu pasti dapat dicapai suatu saat nanti—jika bukan saat ini. Namun, seorang filsuf Amerika Serikat, John Searle, membuat satu eksperimen pikiran yang membuktikan bahwa kecerdasan yang kita miliki itu bukan sekadar kemampuan untuk menampilkan perilaku cerdas, melainkan juga kemampuan untuk memahami. Kemampuan untuk memahami inilah yang tidak akan pernah bisa diimitasi oleh mesin.

Komputer bisa saja menunjukkan perilaku cerdas dengan merespons permintaan kita secara tepat. Semisal, jika kita menanyakan sesuatu kepada komputer, ia bisa menjawab dengan benar. Namun, ia tidak akan pernah bisa memahami makna dari apa yang kita tanyakan dan juga jawaban yang ia sendiri berikan—persis seperti orang yang tidak paham bahasa Mandarin, tetapi bisa menjawab pertanyaan orang China berdasarkan buku panduan.

Komputer bekerja hanya sesuai program, seperti halnya orang yang tidak paham bahasa Mandarin itu menjawab pertanyaan tertulis orang China sesuai panduan. Keduanya sama-sama tidak paham dengan apa yang ia terima dan sampaikan meskipun mampu melakukan tugasnya dengan benar.

Eksperimen Searle itu menjadi tantangan tersendiri bagi proyek kecerdasan buatan: apakah kecerdasan komputer masih bisa disebut kecerdasan meskipun tidak disertai dengan pemahaman seperti halnya kecerdasan manusia?

Kolaborasi antardisiplin ilmu

Eksperimen Searle itu menjadi tantangan tersendiri bagi proyek kecerdasan buatan: apakah kecerdasan komputer masih bisa disebut kecerdasan meskipun tidak disertai dengan pemahaman seperti halnya kecerdasan manusia? Artinya, itu adalah interupsi filsafat untuk proyek kecerdasan buatan. Filsafat merespons balik; begitulah salah satu cara berfilsafat di tengah perkembangan teknologi yang semakin gila ini.

Dalam konteks itu, filsafat berfungsi sebagai kritik. Namun, filsafat bukan hanya sebagai kritik. Filsafat juga mesti bersifat konstruktif—dengan, misalnya, menawarkan gagasan atau menyelesaikan problem konseptual dalam proses pengembangan teknologi. Seperti pertanyaan-pertanyaan yang saya sebutkan di atas, ada banyak sekali problem konseptual terkait pengembangan kecerdasan buatan yang perlu ditangani filsafat.

Oleh karena itu, agar pengembangan teknologi kecerdasan buatan ini tidak justru menjadi bumerang bagi kemanusiaan, filsafat perlu menjalankan fungsinya sebagai kritik dan sekaligus pemberi arahan konstruktif. Namun, untuk melakukan ini semua, filsafat juga perlu sadar bahwa ia tidak bisa bekerja sendirian. Filsafat perlu berkolaborasi dengan para ahli dari bidang-bidang ilmu lain, seperti psikologi, biologi, ilmu komputer, antropologi, dan sosiologi.

Dengan demikian, filsafat bisa menjadi ”jembatan ilmu-ilmu” seperti yang saya cita-citakan dan menjadi bagian pokok dari pembangunan ide ”universitas”: sebuah lembaga pendidikan yang menyatukan banyak ragam keilmuan.

*****

Siti Murtiningsih,Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada

*****

(3)

Membaca Peluang pada Era Kecerdasan Buatan

Munculnya kecerdasan buatan dan otomatisasi mendorong dinamika pasar tenaga kerja di masa depan. Adaptasi merupakan cara membaca peluang untuk dapat bertahan dengan meningkatkan keterampilan.

Oleh: ANDREAS YOGA PRASETYO, 17 Februari 2021

Pengguna gawai memakai chatbot Veronika, asisten virtual Telkomsel, Senin (7/5/2018). Pemanfaatan asisten virtual oleh sejumlah perusahaan mampu meningkatkan layanan konsumen, menunjang produktivitas, dan membangun kedekatan dengan pelanggan.

Kecerdasan buatan banyak digunakan perusahaan-perusahaan di dunia. Peningkatan pendapatan menjadi daya tarik bagi perusahaan menggunakan artificial intelligence. Perkembangannya juga menawarkan jenis-jenis pekerjaan baru yang menuntut adaptasi pasar tenaga kerja.

Penerapan kecerdasan buatan di perusahaan global terlihat dari survei yang dilakukan McKinsey terhadap 2.395 pelaku bisnis di dunia pada Juni 2020. Sebanyak 1.151 responden (48 persen) mengungkapkan bahwa perusahaannya telah menggunakan setidaknya satu fungsi kecerdasan buatan (AI) dalam menunjang kegiatan bisnis.

Manfaat dari nilai ekonomi membuat kecerdasan buatan banyak digunakan. Hasil survei yang dituangkan dalam laporan berjudul State of AI in 2020 tersebut juga memotret peningkatan perolehan pendapatan perusahaan setelah menggunakan kecerdasan buatan.

Peningkatan paling signifikan setelah menggunakan artificial intelligence adalah sektor pemasaran dan penjualan, kemudian perencanaan keuangan perusahaan, serta manajemen distribusi. Divisi pemasaran dan penjualan mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 79 persen setelah menggunakan AI. Capaian produktivitas tersebut didorong oleh meluasnya variasi produk dan keterjangkauan layanan hingga mendorong permintaan konsumen terhadap produk atau jasa.

Manfaat penggunaan kecerdasan bukan hanya bagi industri, tapi juga untuk masyarakat hingga negara. Dari sisi konsumen, kecanggihan keserdasan buatan dapat memberikan pengalaman baru bagi konsumen dalam beraktivitas. Melalui chatbot, misalnya, seseorang dapat berkomunikasi layaknya dengan seorang customer service, walau orang tersebut tidak terasa sedang mengobrol dengan mesin komputer.

Tawaran peningkatan produktivitas dari kegiatan industri dan konsumsi masyarakat juga berpotensi  mendorong pertumbuhan ekonomi.  Hasil kajian Sizing the Prize yang dilakukan lembaga PwC memproyeksikan, peningkatan PDB dunia yang dapat diraih pada 2030 melalui kecerdasan buatan dapat mencapai 14 persen atau 15,7 triliun dollar AS.

Potensi pertumbuhan tersebut berasal dari peningkatan produktivitas sektor industri dan dari konsumsi masyarakat. Salah satu negara yang diperkirakan akan meraup keuntungan dari penggunaan kecerdasan buatan adalah China. Pendapatan ekonomi China berpotensi meningkat hingga 26 persen atau 7 triliun dollar AS pada 2030.

Di Indonesia, penggunaan kecerdasan buatan  diproyeksikan dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 12 persen atau 366 miliar dollar AS pada 2030. Sektor yang berpeluang tumbuh pesat karena kecerdasan buatan di Indonesia adalah kesehatan, konstruksi, manufaktur, dan ritel. Nilai ekonomi era kecerdasan buatan akan mendorong munculnya jenis-jenis pekerjaan baru.

Pekerjaan baru

Meningkatnya penggunaan teknologi memunculkan 97 juta jenis pekerjaan baru di dunia. Ragam pekerjaan baru ini muncul dengan penyesuaian pembagian kerja antara manusia dan mesin. Riset The Future Jobs 2020 yang dilakukan World Economic Forum (WEF) mengidentifikasi keterampilan dan pekerjaan yang semakin dibutuhkan di masa depan.

Karena yang akan ditangani adalah mesin learning dan komputer, keterampilan yang dibutuhkan juga lebih banyak pada aspek teknologi, termasuk desain teknologi dan programming. Di luar kecerdasan teknis, bobot kemampuan analisis juga akan banyak diperlukan dunia kerja pada era kecerdasan buatan.

Ketrampilan berpikir kritis, analisis, inovasi, kreativitas, dan aktif belajar juga diperlukan untuk mengembangkan kecerdasan buatan. Era kecerdasan buatan juga memerlukan keseimbangan dari aspek kecerdasaran emosional, daya tahan terhadap stres, fleksibilitas dalam bekerja, dan kemampuan memiliki ide-ide dan penyelesaian masalah.

Kebutuhan ketrampilan tersebut membuka peluang munculnya pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan era kecerdasan buatan. Identifikasi jenis pekerjaan yang dibutuhkan tidak jauh berbeda dengan keterampilan yang diperlukan.

Dari hasil identifikasi ketrampilan yang dibutuhkan di masa depan, terdapat 20 jenis pekerjaan yang bakal meningkat di 2025. Sesuai dengan era yang cerdas, hampir seluruh jenis pekerjaan berhubungan dengan teknologi, mulai dari analis data, spesialis machine learning, spesialis big data, spesialis transformasi digital, analis keamanan informasi, pengembang aplikasi, serta profesional bidang basis data dan jaringan.

Profesi bidang bisnis dan pemasaran juga memiliki tren meningkat permintaannya, tetapi bobot pekerjaannya juga tidak jauh-jauh dari analis berbasis teknologi dan digital. Beberapa jenis pekerjaan di sektor bisnis adalah manajer layanan bisnis, analis manajemen dan organisasi, spesialis pengembangan organisasi, serta spesialis manajemen risiko bisnis.

Membaca peluang

Perkembangan kecerdasan buatan yang sudah mulai banyak digunakan perusahaan global dan kebutuhan ketrampilan pada masa depan merupakan realitas yang dihadapi tenaga kerja pada era mendatang. Hal ini harus diantisipasi karena memiliki dampak signifikan pada model pengajaran atau pendidikan bagi siswa atau mahasiswa yang akan memasuki dunia kerja.

Kemampuan otomotisasi dari kecerdasan buatan dapat menyebabkan 85 juta pekerjaan yang selama ini ditangani manusia tergantikan oleh mesin. Karenanya, muatan pendidikan mendatang harus meneropong karakter dan ekosistem kecerdasan buatan yang mampu membantu pekerjaan manusia dari sisi teknis.

Karakter kecerdasan buatan bertumpu pada sistem kerja menggunakan komputer atau mesin yang dibuat dengan fungsi kecerdasan layaknya manusia. Sistem kerja kecerdasan buatan (AI) berjalan dengan mempelajari data yang diterima.

Responsnya dilatih dengan menggunakan contoh-contoh tindakan yang dilakukan berulang-ulang. Artinya, semakin banyak data yang diterima dan dipelajari oleh sistem, semakin baik pula kemampuan AI dalam meniru bahkan hingga membuat prediksi.

Dengan kemampuan ini, tidak heran jika cara kerja kecerdasan buatan bisa diatur sesuai keinginan manusia. Contohnya adalah aplikasi chatbot. Program komputer ini dapat menjalankan suatu fungsi dengan cara diajak bercakap-cakap melalui suara atau teks. Aplikasi ini dapat ditemukan di berbagai perusahaan dan lembaga terutama yang menjalankan kegiatan layanan jasa.

Dalam masa pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menggunakan chatbot untuk memberikan informasi seputar wabah korona. Aplikasi yang dijalankan melalui Facebook dan Whatsapp ini sekaligus juga digunakan untuk menangkal informasi keliru terkait penyakit Covid-19.

Fenomena penggunaan kecerdasan buatan oleh WHO pada masa pandemi menjadi peluang makin banyaknya penggunaan AI di semua lapisan organisasi/lembaga. Riset McKinsey juga menunjukkan bahwa 25 persen pemimpin perusahaan menyebutkan alasan mereka meningkatkan adopsi AI karena pandemi.

Syarat pengembangan

Munculnya fenomena kecerdasan buatan dan otomatisasi mendorong dinamika pasar tenaga kerja di masa depan. Agar tidak terbata-bata menyambut dinamika pasar tenaga kerja di era kecerdasan tersebut diperlukan sejumlah strategi untuk menyiapkannya.

Sejumlah syarat pengembangan kecerdasan buatan yang disusun oleh McKinsey dapat diterapkan oleh pemerintah/perusahaan. Kesiapan tersebut dari aspek sumber daya manusia, sarana teknologi, hingga model penerapan.

Dari sisi sumber daya manusia, diperlukan rumusan kurikulum pengembangan teknologi yang dibuat oleh tenaga profesional kecerdasan buatan. Selain itu, harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia yang mewadahi banyak keahlian.

Kecerdasan buatan juga memiliki prasyarat memiliki standar alat dan alur kerja berbasis teknologi terkini dan memiliki sistem komputasi dengan standar dan orientasi level tinggi. Tidak kalah penting adalah membuat kecerdasan artifisial multiplatform yang terkoneksi dengan data science, data engineering, dan pengembangan aplikasi.

Sementara dari aspek manajemen penerapan, diperlukan daya dukung untuk membangun proses pemindahan teknologi kecerdasan artifisial dari tahap uji coba ke produksi. Selain itu, disarankan juga untuk memiliki sistem manajemen yang bisa mengubah arah pengembangan teknologi secara efektif apabila terjadi kesalahan.

Di Indonesia, pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuat rencana strategi nasional pengembangan kecerdasan buatan. Implemetasinya dilakukan dengan membuat kebijakan satu data Indonesia, membuat peta jalan industri Indonesia (Making Indonesia 4.0), serta membangun infrastruktur jaringan komputasi awan dan penyediaan dataset publik.

Rencana strategi tersebut menyasar lima bidang prioritas kecerdasan buatan, yaitu layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, serta mobilitas dan kota pintar.

Era kecerdasan buatan telah memberikan tantangan bagi pasar tenaga kerja yaitu perubahan karena adopsi teknologi. Adaptasi merupakan cara membaca peluang untuk dapat bertahan dengan meningkatkan keterampilan. Tanpa adaptasi, ancaman tenaga kerja yang tersingkir karena otomatisasi bakal kian menambah beban pengangguran nasional yang sudah terpuruk karena pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

*****

(3)

Kecerdasan Buatan Mitra Peradaban Modern Manusia

Catatan sejarah dan perkembangan terkini kecerdasan buatan menunjukkan bahwa semakin erat ikatan antara mesin dan manusia.

Oleh: YOHANES ADVENT KRISDAMARJATI, 16 Februari 2021 

Mesin Bombe buatan Amerika Serikat yang dikembangkan oleh Inggris untuk mendekripsi pesan yang dikirim oleh mesin sandi Enigma Jerman selama Perang Dunia II. Mesin ciptaan Alan Turing ini merupakan wujud awal mesin dengan kecerdasan buatan.

Perkembangan kecerdasan buatan sudah berlangsung sejak era Perang Dunia II. Saat ini, kecerdasan buatan sudah digunakan pada banyak bidang kehidupan sehingga menciptakan ikatan khusus antara mesin dan manusia.

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan sistem berbasis komputer yang berusaha mengimitasi kemampuan berpikir manusia, yaitu dalam berpikir dan mencari penyebab suatu peristiwa. Responsnya dilatih dengan menggunakan contoh-contoh tindakan.

Munculnya kecerdasan buatan (AI) tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Perang Dunia II. Saat itu, kecerdasan buatan muncul sebagai sarana untuk membantu menyelesaikan persoalan (problem solving) yang tidak dapat ditangani oleh kapasitas fisik serta memori manusia.

Pihak Sekutu menghadapi kebuntuan dalam memecahkan komunikasi rahasia pihak lawannya, yaitu Jerman. Tentara Jerman menggunakan kode yang diacak oleh mesin sandi Enigma. Segala upaya Sekutu untuk memecahkan sandi selalu terlambat dan tidak dapat mencegah atau mengantisipasi pergerakan militer musuh.

Walaupun bisa menguping pesan yang dikirim, Sekutu tidak dapat membaca dan memahami isinya. Inggris yang tergabung dalam Sekutu kemudian mendirikan lembaga pendidikan serta satuan tugas pengurai kode di Bletchley Park yang terletak di pinggir kota London.

Komputer Colossus di Bletchley Park, Buckinghamshire, Inggris, tahun 1943. Mesin ini dinobatkan sebagai komputer elektronik pertama yang dijalankan dengan program. Alan Turing seorang pioner kecerdasan buatan terlibat dalam proyek pembuatannya.

Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam upaya mengurai sandi Enigma adalah Alan Turing, mahasiswa di Universitas Cambridge. Turing menciptakan sebuah mesin yang kemudian disebut Mesin Turing dengan tugas khusus mengurai kombinasi kode pesan dari mesin Enigma.

Selain memecahkan kode komunikasi rahasia Jerman, mesin ciptaan Turing dapat diprogram memecahkan kode yang dibuat dari sesama mesin Turing. Dua mesin dapat saling berhadapan dan saling memberi serta memecahkan kode yang dikirim.

Mesin Turing diakui sebagai komputer elektronik pertama di dunia sekaligus pelopor mesin dengan kemampuan kecerdasan buatan. Kontribusi lanjutan dari Alan Turing adalah membuat robot yang bisa meniru percakapan manusia pada 1943. Pembuatan robot ini bekerja sama dengan neurolog Grey Walter.

Era keemasan

Pembuatan kecerdasan buatan kemudian makin berkembang. Momen penanda perkembangan kecerdasan buatan dalam pengamatan Michael Wooldridge berlangsung pada periode 1956-1970.

Dalam bukunya, A Brief History of Artificial Intelligence (2021), Wooldridge menguraikan pada jendela waktu tersebut diciptakan bahasa pemrograman yang menjadi tulang punggung kecerdasan buatan hingga saat ini. Kemampuan bahasa pemrograman ini ditambah dengan demonstrasi robot yang kian membuka mata dunia terhadap teknologi komputasi baru abad ke-20.

Sementara istilah kecerdasan buatan sendiri muncul pada 1955. Saat itu, seorang ahli matematika asal AS, John McCarthy, mengajukan proposal kepada Rockefeller Institute untuk mengadakan sekolah musim panas di Dartmouth College di kota Hanover, AS. Kegiatan musim panas ini dinamai artificial intelligence (AI). Pada momen inilah pertama kali istilah kecerdasan buatan diperkenalkan.

Proyek ini melibatkan sejumlah ilmuwan yang diseleksi untuk ikut serta. Kegiatan ini menjadi tonggak awal bidang kerja dan studi kecerdasan buatan. Buah karya McCarthy berupa bahasa pemrograman LISP dipublikasikan pada 1961 dan digunakan sebagai bahasa pemograman kecerdasan buatan hingga sekarang.

THE WALL STREET JOURNAL/CHUCK PAINTER/STANFORD NEWS SERVICE

John McCarthy merupakan perintis studi tentang kecerdasan buatan dan menghabiskan beberapa dekade membuat komputer supaya memiliki pola ”pikir” yang pada manusia disebut akal sehat.

Tenni Purwanti dan Tri Wahono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengemukakan keunggulan LISP adalah pada kemampuannya memanipulasi simbol dan hubungan antarsimbol dengan mudah. Fungsi inilah yang menjadi tulang punggung program kecerdasan buatan dan juga sistem pengambilan keputusan.

Salah satu produk cemerlang lainnya adalah sistem SHRDLU yang ditempatkan dalam blocks world. Sistem ini dikembangkan oleh mahasiswa doktoral dari Universitas Stanford, Terry Winograd, pada 1971.

SHRDLU diprogram untuk dapat menyelesaikan persoalan (problem solving) dan dapat memahami bahasa verbal manusia. Untuk mendemonstrasikan kemampuan sistem SHRDLU, diciptakan sebuah lingkungan atau arena yang berisi balok-balok dengan beragam warna dan bentuk. Arena ini disebut dengan blocks world.

Sistem disematkan pada tangan robotik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh operator. Perintah diberikan dalam bentuk bahasa, misalnya ”ambil balok merah berukuran besar”, maka robot akan menjawab ”OK” dan melakukan tugasnya.

Interaksi antara operator dan mesin hampir menyerupai interaksi antarmanusia. Sistem ini membuka ruang kecerdasan di lingkungan yang statis dan terkontrol. Temuan Terry Winograd ini semakin membuka kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan secara lebih luas.

Garry Kasparov, sang master catur Rusia, berhadapan dengan Deep Blue, komputer permainan catur IBM pada tahun 1997. Deep Blue mampu membayangkan rata-rata 200.000.000 posisi per detik. Kasparov akhirnya kalah dalam pertandingan tersebut.

Menyodorkan rencana

Penggunaan AI kian meluas dalam beragam bidang serta makin beragam jenis tugas yang dapat diemban. Mesin Turing, termasuk jenis AI, dengan fungsi menyelesaikan soal aritmatika. Pada 1997, perusahaan IBM memperkenalkan Supercomputer Deep Blue dan mampu mengalahkan master catur dunia dari Rusia, Garry Kasparov.

Capaian IBM menandai era baru AI tidak hanya sebagai penyelesai persoalan, tetapi juga dapat memberikan usulan strategi pada masa depan. Pemain catur akan berpikir dua atau tiga langkah ke depan untuk dapat mengantisipasi gerakan lawan. Permainan catur juga merupakan demonstrasi sederhana dari potensi AI yang dapat dijadikan sebagai alat bantu manusia pada tingkatan lebih tinggi.

Dalam tayangan serial dokumenter Netflix berjudul Spycraft pada episode ”Pemecah Kode” dikatakan bahwa keberhasilan Mesin Turing dalam memecahkan sandi Enigma menyumbang selesainya perang lebih cepat dua hingga tiga tahun. Fungsi AI dapat memberi manfaat mulai dari level individu hingga populasi dunia.

Perkembangannya juga menyentuh dunia kesehatan. Jurnal Deep into the Brain karya Eun-Jae Lee dan tim menyebutkan bahwa AI dapat dimanfaatkan untuk memprediksi terjadi serangan stroke pada pasien. Dengan demikian, dapat dilakukan tindakan pencegahan dan bisa menyelamatkan nyawa seseorang.

Perkembangan kecerdasan buatan saat ini sudah menyasar pengguna telepon pintar dan media sosial. Pengguna telepon pintar dapat memanfaatkan kemampuan aplikasi untuk mengenali pembicaraan (speech regognition). Kehadiran kecerdasan buatan membuat telepon semakin pintar dan menarik minat masyarakat untuk terus membelinya.

Kondisi ini sekaligus menggambarkan manfaat ekonomi dari perkembangan kecerdasan buatan. Nilai ekonomi kecerdasan buatan tidak hanya mendorong minat konsumen untuk membeli produk, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pemasaran iklan di media sosial.

Pengiklan dapat menyampaikan materi iklan kepada pengguna media sosial yang sedang tertarik dengan informasi atau produk tertentu. Model pemasaran melalui media sosial disokong dengan kecerdasan buatan untuk mengenali kebutuhan dan kecenderungan pengguna.

Nilai bisnis iklan terarah di media sosial, menurut lembaga Markets and Markets, mencapai 663 juta dollar AS pada 2018. Angkanya diprediksi pada 2023 akan menyentuh 2,2 miliar dollar AS seiring dengan peningkatan pengguna media sosial sebagai potensi pasar.

Selain di bidang pemasaran, teknologi berbasis digital semakin pesat perkembangannya berkat hadirnya jaringan internet 5G. Teknologi 5G dan artificial intelligence merupakan kombinasi perkembangan teknologi paling signifikan pada dekade 2020-2030.

Di Indonesia, sejumlah perusahaan sudah menggunakan kecerdasan buatan untuk menunjang kinerjanya. Terlebih, sejak 2011 dunia memasuki industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan sistem cerdas dan otomasi dalam industri, antara lain melalui teknologi machine learning dan kecerdasan buatan.

Buah karya McCarthy berupa bahasa pemrograman LISP dipublikasikan pada 1961 dan digunakan sebagai bahasa pemograman kecerdasan buatan hingga sekarang.

Tokopedia menggunakan fitur ChatBot untuk layanan Tokopedia Care, intelligent search, TokoCabang, serta fast recommendations terhadap lebih dari 350 juta produk yang sesuai dengan minat dari setiap pengguna.

Gojek mengoptimalkan proses pemilihan mitra pengemudi yang tepat, menentukan lonjakan harga memenuhi kriteria demand-supply, merekomendasikan GoFood, serta menentukan titik jemputan yang nyaman. Teknologi motion learning digunakan Traveloka dalam mempelajari ulasan yang ditulis oleh pengguna agar layanan atau produk yang ditawarkan menjadi lebih kredibel.

Sementara Halodoc menerapkan natural language processing untuk mengukur, memberi peringkat, dan memberikan informasi kepada para dokter yang dapat digunakan saat membuat keputusan terhadap pasien dengan menggunakan data dari ribuan konsultasi. Demikian pula Bank BCA yang menggunakan teknologi natural language processing (NLP) dan AI untuk memberikan layanan berbasis ”chat” yang dapat diakses melalui beberapa aplikasi pesan.

Layanan konsumen dari Bank BCA yang bernama VIRA (virtual assistant chat banking BCA) memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk memberi pelayanan dan informasi kepada nasabah.

Di tengah pandemi Covid-19, kehadiran kecerdasan buatan membantu penanganan wabah korona. Teknologi ini, antara lain, dilakukan untuk membantu melacak kontak erat pasien korona dan membantu teknik pembuatan vaksin Covid-19 melalui desain komputer (computational vaccine design).

Penelusuran Florencio Travieso juga menyebutkan bagaimana AI yang disokong oleh big data dapat dimanfaatkan untuk memprediksi terjadi pandemi pada masa depan. Data berupa identitas dasar pasien, seperti jenis kelamin, usia, ditambah catatan kasus wabah dari otoritas kesehatan dapat digunakan dalam machine learning untuk memperkuat kemampuan AI.

Penggunaan AI dan superkomputer untuk menekan kurva penularan Covid-19 sudah diupayakan oleh konsorsium penyandang dana serta pengembang perangkat lunak. Upaya ini dilakukan supaya hilangnya nyawa lebih dari 2 juta penduduk dunia pada masa pandemi saat ini supaya tidak terulang kembali.

Baca juga: Talenta Pengembang Kecerdasan Buatan yang Makin Sulit DicariAkan tetapi, penerapan AI yang semakin meluas mengundang polemik dan memunculkan kekhawatiran masyarakat terhadap penyalahgunaan data serta pelanggaran privasi seseorang. Pada masa awal pandemi Covid-19, sekitar bulan Maret 2020, The New York Times memberitakan tentang keputusan Pemerintah Korea Selatan dan Italia menggunakan data pribadi yang ditarik dari ponsel pintar guna mengendalikan penularan virus.

Karena itu, penggunaan kecerdasan buatan juga harus diimbangi dengan kecerdasan lain berupa kecerdasan hak asasi manusia dan moral agar tidak muncul penyimpangan yang merugikan masyarakat.

Catatan sejarah dan perkembangan terkini kecerdasan buatan menunjukkan bahwa semakin erat ikatan antara mesin dan manusia. Mesin dengan kecerdasan buatan akan menjadi mitra peradaban manusia untuk membangun masa depan dunia yang bermartabat. (LITBANG KOMPAS)

****

(4)

Kecerdasan Buatan Tidak Terelakkan

Isu terkait “Big Data” menjadi tema dalam ekonomi digital yang saat ini menemukan bentuknya dalam era masyarakat informasi. Tema ini bakal merevolusi cara orang-orang berpikir, hidup, dan bekerja.

Sejak tahun lalu, penggunaan kecerdasan buatan di berbagai bidang makin masif. Hampir semua keputusan bergantung pada kecerdasan buatan. Dampak yang paling signifikan kebutuhan big data – data dalam jumlah besar dan memiliki berbagai bentuk – meningkat.

Penggunaan telepon pintar yang melekat dengan pemakai memberikan data yang melimpah, berupa teks, foto, video, suara, peta, dan lain-lain, hingga bisa memolakan aktivitas dan kebutuhan manusia. Data ini sangat berguna untuk membangun kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Hingga tahun lalu, jumlah pengguna internet, menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, mencapai 132,7 juta dan sebanyak 67,8 persen diakses melalui telepon pintar.

CEO Daily Social Rama Mamuaya di Jakarta, pekan lalu, mengatakan, penggunaan telepon pintar yang marak memberi data melimpah saat gawai itu digunakan. Sebelumnya, meski komputer sudah lama dipakai, pasokan data terkait aktivitas pengguna sangat minim.

“Setiap aktivitas mulai dari pergerakan orang yang tertangkap GPS, mengakses laman internet, hingga berkomunikasi via media sosial, dan lain-lain merupakan data yang sangat berguna dalam membangun kecerdasan buatan,” kata Rama.

Ia mencontohkan, data interaksi antara konsumen dan produsen bisa digunakan untuk membuat pola jawaban dengan kecerdasan buatan. Sebuah perusahaan yang membuat layanan konsumen di Jakarta ketika belum menggunakan kecerdasan buatan membutuhkan karyawan 200 orang. Dengan kecerdasan buatan, mereka cukup mempekerjakan 30 orang.

“Pertanyaan konsumen melalui surat elektronik atau sistem percakapan yang terpola seperti menanyakan produk, jadwal, dan lain-lain akan dijawab oleh sistem yang menggunakan kecerdasan buatan,” katanya

Daily Social menggunakan kecerdasan buatan untuk menangani siaran pers dari berbagai perusahaan untuk tampil di produk mereka. Semula mereka mengerahkan wartawan untuk menangani 10-20 siaran pers, sekarang dengan kecerdasan buatan hanya dua sampai tiga berita yang harus diperkaya ataupun dikonfirmasi ulang. Sebanyak 10 sampai 20 siaran pers dipasang karena sistem kecerdasan buatan telah mampu mengekstrak siaran pers menjadi berita yang layak.

CEO Bahaso Tyovan Ari Widagdo mengatakan, kecerdasan buatan marak digunakan sejak tahun lalu.

Pihaknya tengah membangun usaha rintisan pembelajaran bahasa menggunakan kecerdasan buatan untuk menyusun modul bagi pemelajar. Respons pemelajar secara otomatis akan menentukan modul yang pas untuk dirinya.

“Kami juga tengah mengembangkan aplikasi yang memungkinkan seseorang bisa praktik bahasa asing. Kami tengah menguji coba deep learning dengan kecerdasan buatan. Saat ini masih bayi, tetapi kami latih terus agar bisa lebih dewasa dan memahami kata-kata. Semakin kita banyak melatih robot ini akan semakin cerdas. Fitur ke depan akan berbentuk suara,” paparnya.

Co-Founder KoinWorks Benedicto Haryono menuturkan, kecerdasan buatan digunakan dalam berbagai hal untuk membantu mengambil keputusan (machine aided decision). KoinWorks adalah perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang memberikan layanan pinjaman antarpihak.

“Total ada 16 use-case penggunaan machine learning di KoinWorks. Jumlahnya makin bertambah,” ujarnya.

Beberapa contoh penggunaan kecerdasan buatan di KoinWorks adalah deteksi kejahatan finansial, peringkat kredit, dan pembacaan karakter optimal untuk memudahkan pembacaan dokumen. Dengan menggunakan kecerdasan buatan, perusahaan tekfin yang memberikan layanan antarpihak tidak lagi menggunakan dokumen yang biasa digunakan oleh perbankan untuk memeriksa rekam jejak calon debitor.

Vice President Engineer Bukalapak Ibrahim Arief menyebutkan, pihaknya juga mengimplementasikan kecerdasan buatan sejak tahun lalu. Kecerdasan buatan dipakai untuk pemodelan prediktif. Dengan sistem ini, Bukalapak bisa mengetahui performa setiap pelapak.

“Kami masih mempunyai sekitar enam proyek yang memanfaatkan big data ataupun kecerdasan buatan. Sampai sekarang, kami percaya pada kekuatan insinyur lokal. Total ada 150 ahli big data ataupun kecerdasan buatan dan kami berencana merekrut 70 orang lagi dalam waktu dekat,” tutur Ibrahim.

Head of Product Grab Jerald Singh mengemukakan, perusahaannya memanfaatkan kecerdasan buatan di setiap kota operasional agar bisa mengetahui perubahan perilaku dari pengemudi ataupun penumpang.

Kebutuhan “big data”

Kecerdasan buatan yang makin banyak digunakan sangat membutuhkan big data. Chief Marketing Officer PT Go-Jek Indonesia Piotr Jakubowski mengatakan, perusahaannya memakai data sebagai dasar semua pengambilan keputusan, baik di divisi operasional, pemasaran, maupun produk.

“Kami memiliki tim khusus yang bekerja dengan big data dan menelaah data tersebut,” ujar Piotr.

Tyovan mengatakan, semua keputusan ke depan sangat bergantung pada big data.

Sementara Ibrahim Arief mengutarakan, pemanfaatan big data di Bukalapak dalam bentuk, misalnya, petunjuk barang yang dicari sesuai kesukaan ataupun kebutuhan konsumen.

Tim Bukalapak sebelumnya sudah mengumpulkan data pelanggan, kemudian diolah, dan dianalisis. Ketika pelanggan sudah pernah berbelanja sebelumnya, teknologi big data akan mengarahkan kemunculan kategori-kategori barang yang disukai atau dibutuhkan.

“Meski demikian, kami menjamin keamanan data dan peduli dengan privasi. Sebelum mulai bertransaksi, kami sudah menampilkan syarat dan ketentuan yang harus disetujui oleh calon pelanggan. Seluruh data tersebut menjadi milik Bukalapak, tetapi tidak akan diperjualbelikan,” ujarnya.

*****